Berawal pada abad ke-4M Pucang Sulo pernah dipimpin oleh seorang pemimpin yang bernama Dattu Hangsam Badra, yang mempunyai daerah kekuasaannya sangat luas. Dengan pusat kota di Pucang Sulo (yang sekarang di Dukuh Sulo Ds. Sriombo). Pada tahun 396 putri Hangsam Badra yang bernama Datsu Dewi Sibab menikah dengan pelaut dari Keling/Kalingga (dari bangsa Cholamandala dari Negeri Coromandel) India, yang bernama Besi Agastya Kumbayani yang juga penyebar agama Hindu dan lahirlah anak mereka yang bernama Arya Asvrenda. Pada saat itulah di Pucang sulo mulai mengenal Agama Hindu.
Konon sebagai tempat bersembahyang R. Agestya diletakkan batu dengan posisi 3 batu berbaris berhadapan dengan batu utama disebelah utara, sehingga kalau kita perhatikan posisi batu-batu ini mirip dengan posisi candi-candi di Diyeng yaitu tiga Candi berbaris, yaitu Candi Sembadra, Candi Puntadewa, Candi Srikandi berhadapan dengan Candi Utomo, Candi Arjuno, dan Candi Semar. Dan patung-patung tersebut disebut dengan Selogadeng, daerah itu sekarang menjadi padukuhan Logading (dari kata Selogading) Ds.. Sriombo Batu-batu itu terletak disebelah utara masjid sriombo disebelah sungai gede. Pada tahun 415 Masehi Dattu Hangsam Badra turun tahta pemerintahannya diserahkan kepada Dewi Sibab. Sedangkan Resi Agastya menjadi kepala banjar robwan (koban) dan banjar batur hingga pegunungan Dieng Kebawati. Pucang Sulo bagi rakyat yang cocok bertani diperintahkan mengumpulkan belerang dan ditukarkan dengan bahan pakaian dan alat pertukangan dengan pedagang cina. Selain itu, Resi Agastya Kumbayani juga meyebarkan agama hindu disana dan membangun candi di diyeng yang diberi nama Pasramanan Agung Indria Prahastha (sekarang Candi Dieng) dan adiknya Dewi Siematitia menjadi adipatia anom telok lusi (Blora) dipindah ke keraton Keling/Kalingga.
Dimasa pemerintahan Dewi Sibab Pucang Sulo maju sangat pesat, dengan membangun pelabuhan-pelabuhan besar. Selain itu, untuk meningkatkan perekonomian rakyat Dewi Sibab mencoba dibidang pertanian dan usaha ini sangat berhasil hingga menyulap daerah Pucang Sulo menjadi hmparan padi yang sangat luas.
Sawah pertama kali yang ditanami padi disebut sawah Sriombone (di Dukuh Keben) yang akhirnya daerah sekitar sawah itu menjadi Ds. Sriombo dari kata Sri Ombo Bahasa jawa (padi yang luas)
Pada tahun 436 terjadilah perang saudara. Dalam peperangan itu Resi Agastya gugur, Belapati ayahnya Aryo Asvrenda menyusul gugur tengkurap didepan Candi Sembadra bagi Dewi Sibab perang saudara itu bagaikan buah simalakama, yang dilain sisi adik kandung, dan lain sisi suami anaknya. Kemudian Dewi Sibab menyerahkan tahta kepada patihnya dan Dewi Sibab bertapa di gunung tapaan Lasem sampai wafat pada tahun 445 M.
Desa yang terletak 6 km disebelah timur Kota Lasem ini ternyata menyimpan banyak situs bersejarah diantara situs2 tersebut adalah batu Megalitkum berbentuk batu tapak. Batu Tapak adalah batu besar yang bagian atasnya terdapat bekas tapak kkaki manusia yang tak mungkin batu ini terbentuk oleh tangan2 jahil biasa. Btu Tapak ini terletak disebelah tenggara desa yang tepatnya diperbatasan wilayah Sriombo dan Desa Gowak. Batu Tapak ini berbentuk tapak kaki kanan manusia dewasa menghadap kearah Ds. Sriombo.
Batu Tapak yang kedua terletak disebelah timur laut desa Sriombo, tepatnya diperbatasan Ds. Sriombo dengan tanah perbutani. Batu Tapak ini berbentuk tapak kaki kiri anak kecil yang posisinya menghadap kearah timur.
Selain dua batu ini, di Sriombo thn 70.an juga pernah ditemukan patung Ganesya yang terletak ditanggul angin berbatasan Sriombo, Bonang, Tasiksono yang diduga bekas candi tempat pelabuhan Raden Arya Asfrenda yang dibangun oleh Dewi Siebaha (berdasarkan asala usul orang jawa konon oleh mbah guru). Selain situs megalitikum tersebut Sriombo juga menyimoan makam Raja-Raja diantaranya :
Dikutip dari : Yeni Rahmawati