INFO
  • Ini contoh teks berjalan. Isi dengan tulisan yang menampilkan suatu ciri atau kegiatan penting di desa anda.

Sejarah Desa

26 Agustus 2016 Adi Setiawan Dibaca 18.205 Kali

Berawal pada abad ke-4M Pucang Sulo pernah dipimpin oleh seorang pemimpin yang bernama Dattu Hangsam Badra, yang mempunyai daerah kekuasaannya sangat luas. Dengan pusat kota di Pucang Sulo (yang sekarang di Dukuh Sulo Ds. Sriombo). Pada tahun 396 putri Hangsam Badra yang bernama Datsu Dewi Sibab menikah dengan pelaut dari Keling/Kalingga (dari bangsa Cholamandala dari Negeri Coromandel) India, yang bernama Besi Agastya Kumbayani yang juga penyebar agama Hindu dan lahirlah anak mereka yang bernama Arya Asvrenda. Pada saat itulah di Pucang sulo mulai mengenal Agama Hindu.

Konon sebagai tempat bersembahyang R. Agestya diletakkan batu dengan posisi 3 batu berbaris berhadapan dengan batu utama disebelah utara, sehingga kalau kita perhatikan posisi batu-batu ini mirip dengan posisi candi-candi di Diyeng yaitu tiga Candi berbaris, yaitu Candi Sembadra, Candi Puntadewa, Candi Srikandi berhadapan dengan Candi Utomo, Candi Arjuno, dan Candi Semar. Dan patung-patung tersebut disebut dengan Selogadeng, daerah itu sekarang menjadi padukuhan Logading (dari kata Selogading) Ds.. Sriombo Batu-batu itu terletak disebelah utara masjid sriombo disebelah sungai gede. Pada tahun 415 Masehi Dattu Hangsam Badra turun tahta pemerintahannya diserahkan kepada Dewi Sibab. Sedangkan Resi Agastya menjadi kepala banjar robwan (koban) dan banjar batur hingga pegunungan Dieng Kebawati. Pucang Sulo bagi rakyat yang cocok bertani diperintahkan mengumpulkan belerang dan ditukarkan dengan bahan pakaian dan alat pertukangan dengan pedagang cina. Selain itu, Resi Agastya Kumbayani juga meyebarkan agama hindu disana dan membangun candi di diyeng yang diberi nama Pasramanan Agung Indria Prahastha (sekarang Candi Dieng) dan adiknya Dewi Siematitia menjadi adipatia anom telok lusi (Blora) dipindah ke keraton Keling/Kalingga.

Dimasa pemerintahan Dewi Sibab Pucang Sulo maju sangat pesat, dengan membangun pelabuhan-pelabuhan besar. Selain itu, untuk meningkatkan perekonomian rakyat Dewi Sibab mencoba dibidang pertanian dan usaha ini sangat berhasil hingga menyulap daerah Pucang Sulo menjadi hmparan padi yang sangat luas.

Sawah pertama kali yang ditanami padi disebut sawah Sriombone (di Dukuh Keben) yang akhirnya daerah sekitar sawah itu menjadi Ds. Sriombo dari kata Sri Ombo Bahasa jawa (padi yang luas)

Pada tahun 436 terjadilah perang saudara. Dalam peperangan itu Resi Agastya gugur, Belapati ayahnya Aryo Asvrenda menyusul gugur tengkurap didepan Candi Sembadra bagi Dewi Sibab perang saudara itu bagaikan buah simalakama, yang dilain sisi adik kandung, dan lain sisi suami anaknya. Kemudian Dewi Sibab menyerahkan tahta kepada patihnya dan Dewi Sibab bertapa di gunung tapaan Lasem sampai wafat pada tahun 445 M.

Desa yang terletak 6 km disebelah timur Kota Lasem ini ternyata menyimpan banyak situs bersejarah diantara situs2 tersebut adalah batu Megalitkum berbentuk batu tapak. Batu Tapak adalah batu besar yang bagian atasnya terdapat bekas tapak kkaki manusia yang tak mungkin batu ini terbentuk oleh tangan2 jahil biasa. Btu Tapak ini terletak disebelah tenggara desa yang tepatnya diperbatasan wilayah Sriombo dan Desa Gowak. Batu Tapak ini berbentuk tapak kaki kanan manusia dewasa menghadap kearah Ds. Sriombo.

Batu Tapak yang kedua terletak disebelah timur laut desa Sriombo, tepatnya diperbatasan Ds. Sriombo dengan tanah perbutani. Batu Tapak ini berbentuk tapak kaki kiri anak kecil yang posisinya menghadap kearah timur.

Selain dua batu ini, di Sriombo thn 70.an juga pernah ditemukan patung Ganesya yang terletak ditanggul angin berbatasan Sriombo, Bonang, Tasiksono yang diduga bekas candi tempat pelabuhan Raden Arya Asfrenda yang dibangun oleh Dewi Siebaha (berdasarkan asala usul orang jawa konon oleh mbah guru). Selain situs megalitikum tersebut Sriombo juga menyimoan makam Raja-Raja diantaranya :

  1. Makam Sultan Mahmud Minangkabau/Jejeruk, makam ini terletak di ds.Sriombo sebelah utara, sekarang makam ini dikelola oleh yayasan sunan bonang di Bonang..
  2. Makam Wiro Brojo Raja Lasem keempat, makam ini terletak di dk.Keben sebelah barat.
  3. Makam Wiro Negoro Raja Lasem kelima beliau merupakan putra dari Wiro Brojo suami dari Ny.Ageng Malakhah menantu sunan Ampel. Beliau adalah raja islam pertama di Lasem dan pembawa bendera perjuangan agama islam pertma didaerah Lasem. Sebelum Sunan Bonang, dipanggil oleh Dwi Malokhah untuk meneruskan perjuangan suaminya didaerah Lasem. Makam Wiro Negoro ini kondisinya tidak menggambarkan makam seorang raja, karena tidak pernah tersentuh bangunan dari pemerintahan desa atau dari Pemda. Tapi saya masih bersyukur karena makam ini tidak hilang sehingga saya masih dapat melihat makam raja sekaligus perjuangan yang terlupakan ini, tidak seperti patung Martoloyo yang ada di dk.Sulo patung besar berbentuk Resi posisi duduk seperti orang dewasa berdiri, yang diduga Patung Agastra karena posisinya terletak sekitar 25 m disebelah utara Masjid dk.sulo. Pada tahun 90.an patung ini ramai-ramai dirobohkan para pemuda setempat, tubuhnya dijadikan pondasi Masjid dan kepalanya hilang entah kemana. Semua terjadi karena kurang pedulinya pemeritah Desa Sriombo atau pemda terhadap pelestarian situs dan Cagar Budaya.

 

Demikian Sejarah Desa Sriombo, Kecamatan Lasem, kabupaten Rembang

Dikutip dari; yeni Rahma Wati

Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun)
Formulir Komentar (Komentar baru terbit setelah disetujui Admin)
CAPTCHA Image
Isikan kode di gambar